Santri

Dibuat oleh I'lanuna Pers

Nama ini sering kali disematkan masyarakat kepada mereka yang sedang mendalami ilmu agama, atau mereka yang sedang melakukan pendidikan di pesantren. Dahulu santri hanya digunakan kepada mereka yang kesana- kemari menenteng kitab kuning, memakai sarung, hidup sederhana di komplek pesantren dan konotasi- konotasi lainnya yang sering kita dengar dengan istilah salaf. Namun, sekarang istilah santri disematkan bukan hanya kepada mereka yang tinggal di pesantren, memakai sarung, memegang kitab kuning dan sebagainya. Tapi juga disematkan kepada mereka yang mendalami ilmu agama dengan berbagai gaya, ada melakukannya secara kalong (pulang pergi rumah hanya ikut mengaji di pesantren), ada yang melakukannya di pesantren yang sudah mengikuti modernisasi zaman dimana sarung tidak terlalu relevan disana, sampai mereka yang mendalami agama secara rutin melalui jejaring media sosial. Lalu sebenarnya apakah makna dari kata santri itu sendiri? Kita sering kali kebingungan dan merasa tidak pas saja untuk menyematkan kata itu pada mereka yang kita rasa kurang pantas untuk menyandang nama itu karena beberapa pertimbangan pemikiran kita sendiri tentunya.
Secara bahasa sendiri santri berasal dari bahasa sanskerta yaitu “San” yang berarti insan atau manusia, dan “Tri” atau tiga. Yang berarti manusia yang memiliki tiga unsur yaitu : iman, islam, dan ihsan. Makna secara bahasa ini tentunya akan memiliki implementasi yang sangat lebar. karena jika tiga unsur tadi melekat pada suatu manusia, maka secara bahasa manusia tersebut pantas untuk menyandang nama santri, Karena dia memiliki unsur iman, islam dan ihsan. Sedangkan secara istilah makna dari kata santri ini banyak sekali pandangan yang mencoba memaknainya. Seperti halnya KH. Mifatcul Akhyar rais Aam PBNU, beliau mengatakan bahwa makna santri dalam pidatonya pada acara Ngaji Kesantrian di aula Asy syarqowi ponpes Annuqayah Guluk- Guluk, sumenep madura. Beliau memaparlan bahwa santri itu bukan sekedar nama yang disematkan, menurut beliau maqam atau derajat santri itu begitu mulia dan tinggi. Santri bukan hanya sekedar belajar di pesantren, tetapi mereka yang mengajar seperti halnya nabi mengajar para sahabatnya. Beliau juga mengatakan bahwa : “Santri adalah orang yang berpegang teguh pada tali Allah dan agama menjadi pilihan pertama. Selain itu,ia berpegang pada sunnah rasul yang kelak akan menjadi pelita dalam kehidupannya”. Dari paparan beliau dapat penulis ambil makna bahwa santri adalah mereka yang berpegang teguh pada tali Allah dan agama serta mereka yang berpegang pula pada sunnah. Kita tentu tidak dapat berpegang pada tali Allah, agama, maupun sunnah jika kita tidak mengetahuinya, untuk dapat berpegang pada tiga prinsip ungkapan KH. Miftachul Akhyar tadi, kita perlu sekali untuk mendalami dahulu ilmu agama, agar kita tahu mana tali yang kita pegang, agama seperti apa yang akan kita pegang, dan sunnah seperti apa yang akan kita pegang. Karena di zaman ini banyak sekali terjadi penyelewengan- penyelewengan akan hal- hal tersebut, disekitar kita saja sudah sangat nampak terjadi kebingungan karena banyaknya pemahaman terkait dalam berpegang pada tali Allah, agama Allah,dan sunnah rasul. Banyak sekali terjadi kesalahpahaman maupun kegagal pahaman atas tiga konsep pegangan ini. Oleh karenanya kyai miftachul akhyar berharap para santri ini dapat dan bisa berpegangan pada tali- tali yang sudah jelas sumbernya.
Ketua rais Aam PBNU ini juga menyatakan bahwa santri seperti inilah yang tidak akan terpengaruh oleh golongan kanan ataupun kiri. santri yang berpegang teguh pada tali Allah, tali agama, tali sunnah yang jelas tidak akan mudah terpengaruh oleh golongan apapun. Mereka akan mampu menemukan jati diri mereka sebagai santri yang sesungguhnya, santri yang berpegang teguh pada tali Allah, agama, dan sunnah rasul, santri yang memiliki esensi daripada tiga unsur utama pembangun santri yaitu : iman, islam, dan ihsan.
Sedangkan ustadz Hari Surasman mengatakan bahwa identitas santri dapat dijabarkan dari makna per huruf dari kata santri (sin, nun, ta’, ro’, ya’), beliau memaparkan ini saat mengisi ceramah pada kegiatan Pengajian Dzikir dan Sholawat Sariro, di ponpes Al- Muayyad Mangkuyudan, Surakarta pada Ahad,(3/4). Menurut beliau seorang santri harus menjadi “sin” yaitu Saafiqul Khoir atau pelopor kebaikan. Seorang santri haruslah menjadi pelopor daripada kebaikan dimanapun ia berada, karena dialah yang paling mengerti akan kebaikan tersebut. Oleh karenanya, santri harus menjadi pelopor kebaikan dimanapun berada. Selanjutnya santri juga harus menjadi “nun” atau Naaasibul Ulama’ yaitu menjadi penerus para ulama’. Santri merupakan kader penerus para ulama’ baik dalam keilmuan maupun perjuangan. Santri merupakan harapan penerus para ulama’ di masa mendatang. Selanjutnya ta’ atau taarikul ma’ashi yaitu orang yang meninggalkan maksiat. Sangatlah sebuah keharusan bagi santri untuk meninggalkan kemaksiatan dan pantang bagi para santri untuk melakukan kemaksiatan dalam bentuk apapun. Karena santri adalah mereka yang mendalami ilmu agama maka pantang bagi mereka untuk menerjangnya sendiri. Selanjutnya ro’ atau ridho Allah yang artinya menjadi santri sudah pasti mendapatkan ridho Allah, karena para santri adalah orang- orang yang berjuang di jalan Allah untuk mendapatkan ilmuNya. Dan ya’ atau yaqin yaitu hanya perlu yakin bahwa semua yang sedang diperjuangkannya dalam jalan Allah pasti akan menemukan hasil dari perjuangan tersebut.
Dari definisi- definisi mengenai makna santri yang sudah dipaparkan oleh KH. Miftachul Akhyar dan Kyai Hari Surasman diatas dapat penulis ambil garis besarnya bahwa santri adalah mereka yang berpegang teguh pada tali Allah, agama, sunnah nabi dan menerapkan sendiri daripada ilmu agama yang mereka peroleh dari guru mereka. Santri bukan hanya mereka yang tinggal di pesantren, memakai sarung, membawa kitab kuning dan sebagainya, tapi mereka yang memiliki esensi daripada makna santri itu sendiri. Mereka yang berpegang pada tali Allah, agama, sunnah nabi dan menerapkan ilmu yang telah mereka peroleh kepada masyarakat ataupun lingkungan sekitar guna mendapatkan ridho Allah S.W.T.

Penulis : Yusron Chasani

Mau Jadi Kontributor ?

Kirim tulisan karyamu agar bisa diakses oleh para pembaca media kami !

Form Kontak

Scroll to Top